Rabu, 16 Desember 2009

Esai kehidupan (5) : Jembatan


Betapa pentingnya menjaga hati dan pikiran. Terlebih terkait dengan menjaga keimanan. Walaupun letaknya di dalam, hati dan pikiran kita dipengaruhi oleh sekitar. Pengaruh – pengaruh itu masuk melalui panca indera. Kita tidak bisa menghalangi masuknya pengaruh, rangsangan atau stimulus itu, karena memang kita hidup bermasyarakat. Kita hidup beradab, bergaul dengan sekeliling kita. Hanya yang perlu dijaga adalah bagaimana kita bisa merespon stimulus itu menjadi hal yang baik dan baik selalu. Oleh karena itu, perlu  mempunyai kualitas hati yang nyegoro, pikiran yang wening untuk mendapatkan buah pemahaman yang berkualitas, pengertian yang luas dan hikmah yang mendalam.
Dalam Surat Hujurat ayat 12, Allah mengingatkan agar tidak banyak prasangka. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Kemudian Kanjeng Nabi SAW selalu mengingatkan kita untuk menjaga prasangka atau dhon. Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kalian dengan persangkaan, sesungguhnya persangkaan itu cerita dusta (akdzabul hadiits”. (Rowahu Bukhory fi Adabil Mufrad dari Abu Huroiroh). Hindari persangkaan jelek – su’udhon - dan kembangkan persangkaan baik alias husnudhon billah. Karena prasangka inilah salah satu buah dari respon kita terhadap rangsangan atau pengaruh dari luar itu, setelah disaring dan dicerna oleh pikiran dan hati kita. Bagaimana cara kerjanya? Untuk membantu mendapatkan pemahamannya simaklah lelucon berikut.

Pada suatu malam yang suntuk di rumah sakit bersalin, ada beberapa bapak muda dengan wajah lesu, panik dan layu menunggui isterinya yang sedang melahirkan. Dalam suasana sepi penuh penantian, tiba-tiba keluar dari pintu seorang dokter dengan senyum yang menawan. Sambil menyalami salah seorang bapak, dokter ini berucap : "Selamat, anak Anda kembar dua". Seperti sudah tahu sebelumnya, bapak tadi berucap datar; "Saya sudah tahu dokter, karena telah lama saya bekerja di dua kelinci".

Empat puluh lima menit kemudian, dokter yang sama keluar lagi lengkap dengan senyumnya yang khas. Kali ini yang disalami seorang bapak yang lain: ‘Anda hebat, anak Anda kembar tiga". Mirip dengan bapak yang pertama tadi, iapun hanya berucap datar; "Saya juga sudah ramalkan dokter, karena sejak dulu saya bekerja di tiga roda".

Satu jam setelah kejadian terakhir, keluar lagi dokter yang peramah ini. Kali ini ia senyum penuh keheranan. Sambil menyalami bapak yang lain, ia berucap kagum; ‘Anda paling hebat, anak Anda kembar empat !". Tanpa ada tanda-tanda kejadian ini disutradarai manusia, bapak yang memiliki anak kembar empat ini juga hanya menjawab biasa-biasa saja; "Saya sudah duga dari dulu dokter, karena saya bekerja di empat sekawan".

Setelah mendengar dialog antara dokter dengan suami-suami pasien ini, tiba-tiba saja dari bangku sebelah seorang bapak jatuh pingsan. Gubrakkk…!!!!  Dan repotlah semua pihak dibuatnya. Setelah tidak sadarkan diri selama beberapa jam, dan membuat banyak orang khawatir dan bertanya - tanya, tiba-tiba ia sadar dan langsung bertanya pada dokter yang ramah tadi; "Nasib isteri saya bagaimana dokter, sebab saya bekerja lama di Auto 2000?".

Anda boleh tertawa sebanyak-banyaknya, sebelum tertawa itu dilarang. Lebih banyak Anda tertawa lebih bagus, asal jangan kebablasan: tertawa sendirian. Namun, akan lebih baik lagi jika bisa menangkap esensi lelucon di atas, yaitu tentang kedunguan hati dan kepicikan pikiran sebagai jembatan pemahaman untuk mendapatkan pengertian dalam hidup ini. Berbeda dengan jembatan yang sebenarnya yang menyeberangkan siapa saja dari satu tempat ke tempat lain, dari seberang yang satu ke seberang yang lain tanpa perlu melakukan pemerkosaan, hati dan pikiran kadang menyeberangkan manusia dari satu pengertian ke pengertian lain lengkap dengan pemerkosaannya. Setiap kali menerima pengaruh, rangsangan, stimulus, serta masukan dari luar melalui panca indera, hati dan pikiran sebagai jembatan akan merespon sesuai dengan kondisi kualitasnya. Maka sering kita diingatkan jangan sampai hatinya malang (melintang). Selain tidak akan berfungsi untuk menyeberang, tentu hasil pemahamannya akan bertolak belakang. Contoh kecil seperti wanita yang pernah disakiti secara mendalam oleh lelaki, jembatan hati dan pikirannya kemudian menyetempel kalau laki – laki itu jelek, maaf - bajingan. Akhirnya setiap lelaki yang mendekat selalu dicap dengan stempel yang sama.

Kondisi hati dan pikiran ditentukan oleh stimulus - stimulus yang masuk sebelumnya, kemudian bersarang – ngendon - dan berkuasa di dalamnya. Karena proses dan lamanya waktu, kualitas lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap warna hati dan pikiran tiap – tiap diri manusia. Kalau sebelumnya hati dan pikiran hidup di dalam alam yang baik dan lingkungan yang putih, maka setiap rangsangan yang datang baik hitam maupun putih, kemudian melewati hati dan pikiran yang jernih itu, maka hasil pemahamannya – respon yang keluar juga akan putih. Sebaliknya, jika hati dan pikiran hidup di dalam alam yang jelek dan lingkungan yang hitam, maka setiap rangsangan yang datang baik hitam maupun putih, kemudian melewati hati dan pikiran yang gelap tadi, maka hasil pemahamannya akan hitam semua. Serupa dengan lelucon di atas, ada banyak sekali manusia yang pikiran dan mind-nya tidak menjadi jembatan pengertian, sebaliknya malah menjadi penghalang untuk mendapatkan pengertian – pengertian hidup yang sebenarnya.

Jadi, sekarang kita bisa memahami bahwa perintah Allah dan Rasulnya agar kita menjaga dhon, tak lain adalah untuk mengkritisi kualitas hati dan pikiran kita, apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya seperti jembatan atau masih banyak kotorannya yang suka memperkosa setiap stimulus yang datang.  Segera bersihkanlah. Dan satu lagi, kalau menyeberang jembatan lihatlah tujuan Anda jangan terpengaruh dengan sungainya. O la la,,,,,,,,,,!
Oleh : Faizunal Abdillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar